Tuesday, October 4, 2011

Jemari bercerita.

Kisah ini terjadi beberapa purnama sebelum jemari saya bercerita.

Masih musim panas, di akhir bulan Juli. Gadis berambut hitam sebahu itu sibuk mengoceh di buku catatannya. Menggambarkan bagaimana dia bertemu sosok menyenangkan itu. Belum sampai setengah cerita, ia tutupi kisahnya dengan benang-benang kusut yang menyumbat kepalanya.
Air muka yang dulunya menyimpan kepolosan, tidak lagi sekarang. Hanya penyesalan. Dan air mata.
Kemana hilangnya dia? Tanganku apakan dia? Apa yang selama ini aku pikirkan terhadap dia? Suara hati dan isi kepalanya tak pernah berhenti mempertanyakan ini.
Memuakkan. Begitu umpatnya dalam hati, ketika dia harus menjadi burung hantu tunggal yang tak bersuara. Hinggap di pagar rumah seorang kaya, dan mendengarkan segala kebisingan yang berlalu-lalang.
Benci. Benci. Ini bukan hal yang benar dia inginkan. Bodoh. Bodoh sekali. Umpatnya lagi dalam hati.
Setelah selesai ia mengirimkan pesan terakhir, kepada pasangan hatinya. Yang dia anggap berusaha melepaskan pegangan. Yang dirasa tak lagi merengkuh erat.

Di lain garis lintang dan bujur, sebuah ponsel jatuh dari genggaman pemiliknya. Yang nyatanya sengaja memisah. Yang tengah mempersiapkan masa depannya, dan bersiap mengakhiri jarak yang akan terus ada antara dia dan kekasihnya.

Sang gadis kehilangan kejutan ulang tahun buatnya, dan cincin permata yang siap menjemputnya.

No comments:

Post a Comment