Monday, February 27, 2012

Frente's.

Whenever I get this way, I just don't know what to say.
Why can't we be ourselves, like we were yesterday?

Once Upon a Love.

Tak ada yang bisa melakukan sebaik dirimu. Pertahananku begitu rapuh akan pesonamu. Potongan-potongan kejadian indah berlompatan, menyesaki benakku dengan imaji dirimu; dari caramu membuatku tersipu, tatapan dalam langsung ke arahku, sampai kata-kata manis yang kuingat selalu.

Merindukanmu membuatku sempat lupa kenapa aku harus melupakanmu. Kau cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kekasih yang tak pernah ku miliki. Kau memori yang harusnya kusimpan di dalam kotak dan kubuang jauh-jauh.

Dan di suatu hari tak terduga itu, aku tersenyum dan menangis pilu karena dirimu.


Aditia Yudis.

Sunday, February 19, 2012

Saya patah hati, lagi.

Hampir dua kali 365 hari, mungkin, tapak kaki saya tidak mencapai tempat ini.
Di masa lalu, saya jatuh cinta, lalu patah hati akan tempat ini.
Masih sama. Gedung dan bangun, tiada ada perubahan. Hanya tulis dan dekor, yang terpampang rapi.
Pula muka-muka, yang dulu satu waktu datang ke sini.

Tahu? Di dalam telinga seperti ada bisik-bisik lagi. Untuk jatuh ke tempat ini.
Bayang-bayang harap, datang lagi.
Tahu, bangun apa yang menempel di sini? Ya, yang itu.
Dan tahu? Saya cuma mau tidak peduli.

Saya patah hati, lagi.

Saturday, February 18, 2012

Meracau, kacau.

Bukan mau mencipta kotak-kotak kubikel pembeda, tapi sudah tercipta entah oleh siapa di kepala.
Bukan saja tercipta, sampai-sampai aku menangkap di mata. Dan ikut merasa, bila ada.

Mayor, yang memang mayor.
Minor, yang selalu jadi minor.
Mayor, yang minor.
Dan minor, yang jadi mayor.

Ya, saya melihatnya. Saya juga mencipta istilahnya, maka itu tidak banyak satu bisa mengerti maksudnya.
Ya, saya ikut merasa. Jadi salah satu dari empat yang di sana.
Tidak, saya tidak mau bilang yang mana.

Kata, pikir, persepsi, sudut pandang.
Pelicin perjalanan, mungkin. Tapi bisa saja jadi hambatan. Sugesti sendiri, kadang duri.

Bosan. Bosan aku akan itu.
Seperti, aku bosan dengan masaku sekarang.
Seperti, aku bosan dengan situasi di hadapku sekarang.

Beda, perbedaan.

Thursday, February 16, 2012

Mendengar itu, sekali waktu perlu.

Dari seorang teman, mendengar kata orang itu, sekali waktu perlu.


Kata pak Mario, kita tidak seharusnya selalu mempertanyakan keputusan Tuhan. Karena dengan itu, tidak satupun hal terselesaikan.

Kalau kata kakak saya, jangan selalu berjalan melingkar di zona nyaman. Berhenti di jalur itu, di satu titik. Berpindah, ke garis yang belum sekali kita capai. Cari bahagia di sana.

Kalau kata ibu saya, mimpi dan masa depan itu punya saya sendiri. Ibu dan bapak dan kakak dan adik dan yang lain cuma menggandeng dan yang akan ikut bahagia, bila saya bertemu suka cita nantinya. Jadi sekarang ada di dalam saya, penentu bahagia saya dan ibu dan bapak dan kakak dan adik dan yang lain.

Kalau kata Syifa, jangan berhenti mengucap pinta dan adu ke Tuhan, Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah itu lebih dekat dari urat nadi kita.

Kalau kata Rista dan mama atau kakaknya, jangan meminta kita seperti yang lain. Jangan berharap kita punya setiap hal yang dipunya yang lain. Karena untuk bahagia, kita tidak perlu membandingkan punya kita dan yang lain. Kita cuma perlu berterima kasih atas apa yang kita punya.

Kalau kata mbak Nissa, lebih baik sejak jauh-jauh hari saya galau atas masa depan. Dibanding nanti, ketika waktu saya harusnya saya pakai menjejal-jejalkan materi ke kepala.


Mungkin mereka, beberapa kata dari yang lain yang saya sudah lupa, dan beberapa hal di kiri-kanan saya, pula Totto-chan punya Tetsuko Kuroyanagi di usia 6 yang sampai-sampai membuat saya dikata terlampau cepat dewasa oleh kakak saya.
D, 16/2/12, 21:36.

Senja, senja.

Senja, senja.
Sudah tiba?
Kembali lebih pagi dibopong air langit, bukan?
Senja, senja.
Bersama dia?
Bayangnya meluntur, sejak basah mendekap bumi.


D, 4/2/12, 8:53pm.
ps: Ini tertinggal, semoga pula terakhir.

Bagaimana dengan yang sudah terjadi?

Mario Teguh pernah bilang; apabila kita terus mempertanyakan keputusan Tuhan, kita tidak akan menyelesaikan apapun.
Tapi bagaimana dengan mempertanyakan yang sudah terjadi, yang kita cipta sendiri. Apa masih menahan setiap yang ingin diselesaikan?

16.2.12

Dan, ya, Vin. Aku mengerti, bila harusnya aku mengerti aku dulu. Bukan mencipta dan merasa ini itu dahulu.

Thursday, February 9, 2012

Ada. Akan ada satu yang begitu, di luar sana.

Ada yang diam-diam mendoakanmu, dalam-
dalam. Percayalah.
Ada yang dadanya terasa berat dan kau tak
pernah tahu, saat kau tak tertangkap
matanya beberapa waktu.
Ada yang mengembangkan sesimpul
lengkung di bibirnya, di balik punggungmu,
malu-malu.
Ada mata yang berbinar sempurna dalam
tunduk sipu, tiap kau sebut sebuah nama,
miliknya.
Ada yang mengharap pertemuan kedua,
setelah matamu mendarat di matanya, tanpa
aba-aba.
Ada yang tak pernah berhenti mencatat.
Sebab, setiap kalimatmu adalah peta. Ia tak
mau tersesat.
Ada yang tak pernah melepas telinganya dari
pintu. Menunggu sebuah ketukan darimu.
Ada yang memilih terduduk saat jarakmu
berdiri dengannya hanya beberapa kepal.
Lututnya melemas, tiba-tiba.
Ada yang pernah merasa begitu utuh, setelah
kaki-kaki menjejak jauh darinya. Sekarang,
runtuh.
Ada yang diam-diam ingin disapa olehmu.
Percayalah.


Andi Gunawan, a.k.a @ndigun's.

Saturday, February 4, 2012

"When a father gives to his son, both laughs; when a son gives to his father, both cries."
-William S
I'm not giving up, then.












"Everything has beauty, but not everyone sees it."
-Confucius
Anomali macam apa coba? Aku, mendapati aku sudah kembali ke masa lalu.