Thursday, October 20, 2011

20, October, 2011.

I love photos, because the best thing about it is never change even the person inside it does.

Pernah mendengar kalimat seperti tadi?
Pernah merasa begitu bodoh sempat membawa rendah huruf-huruf tadi, sampai pada akhir kalimat ini yang menang kompetisi atasmu?
Aku? Dengan perasaan yang benar-benar menghitam, aku benarkan.
Ya. Aku benar dikalahkan.
Tuhan, seandainya bisa bisakah bawakan lagi aku waktu itu kembali meski aku harus menukarkan dengan materi? Bisa, Tuhan. Katakan aku mampu mendapatkannya. Aku mampu.
Sayang, dari kejauhan seperti Tuhan menjawab hatiku. Tidak.

Bodoh. Bodoh. Aku ini tak sepenuhnya apa yang dikata para yang mengenal aku.
Masih ada bodoh dalam aku, kalian tahu?
Dan, mungkin perasa yang tak bisa mengerti ini akan menambahkan sangat di sebelah bodoh yang terlanjur bersisian dengan namaku.
Bodoh.

Aku pernah tak acuh pada kalimat entah milik siapa itu.
Dan baru saja, kau tahu?
Aku menang, kemenangan yang menggandeng hitam.
Aku mampu mengubah segala hal yang sudah terbingkai manis yang harusnya tetap menjadi indah yang tiada mungkin mampu berubah.
Hebat kau bilang? Bodoh, ini bodoh. Kalah pun menang, tetap memperjelas busur panah yang berlabel bodoh. Di atasku.
Atas sok tahuku. Atas keyakinanku. Atas percayaku akan kata mereka yang aku todak pernah banyak bercela.

Bukan. Bukan mengubah posisi kehidupan di dalamnya.
Tapi aku. Aku mengubah anak lensa kehidupan potongan kenyataan itu sendiri.
Aku mematikan dia.

Ah! Mungkin kau akan membawa perasaanku ke tanah bila bisa melihat secara gamblang, dan bilang,
"Kamu tidak bodoh. Kamu hanya tak mengerti bagaimana garis hidup yang harus dilewati anak hasil mata ponselmu itu. Tenanglah, ini semua bukanlah membawa bencana besar."
Tidak akan datang bencana besar, katamu? Tuhan, putuskan aku mampu bertahan.
Bukan. Memang bukan manusia-manusia berharga tinggi pada hidupku. Yang tinggal di situ. Aku. Cuma aku.
Katakan saja akuhidupkan lagi masa laluku.
Anggap saja aku nyatakan lagi tangis lamaku.
Percayalah aku nyatakan lagi senyum di lampau milikku.
Lewat situ.
Dan untuk kau tahu, aku mematikan masa laluku.
Aku hapus memori-memori tuaku.
Entah hal apakah yang harusnya aku sandingkan dengan hatiku. Benci?
Ah. Tidak lagi nyata alasan aku melampaui kenyataan sampai batas ini. Aku lebih dari benci.

No comments:

Post a Comment