Monday, November 28, 2011

Ini seperti yang aku bilang tadi.

Rasanya itu semacam kamu mau ngelus kepala orang, tapi malah ketoyor dan kepalamu ikut ketoyor. Noyor kepala sendiri itu bodoh.

Sunday, November 27, 2011

This. This!

When you've been told one's secret, you'd better keep it as secret, even in the end, you'll become his/her enemy. Show your quality. -@galileorahan

Untitled.

Dear, you. Tidak bisakah kamu tidak membuka lipatan masa lalu? Bukankah kamu tiada lagi mau mendapati hatimu tersayat memori semacam itu? Tak perlu itu kamu. Aku terluka, yang bukan kamu.

Ini aku cipta untuk, ah, anggap saja kamu.

Halo, kamu.
Apa kabar?
Ah. Ya, kamu benar. Tiada seharusnya aku memberilan tanda tanya. Aku yang mendengarmu, tidak hanya sekali-dua. Aku mengerti setiapnya.

Kamu tahu? Untuk menjadi satu yang besar kamu perlu menjalani satu waktu. Proses.
Naik, turun. Bangun, jatuh. Bahkan tertawa, dan menangis.
Menjadi subyek yang besar seharusnya pula menjadi sosok yang kuat. Dan ya, seperti yang pernah aku tunjukkan, beberapa waktu sebelum ini. Orang yang kuat bukanlah yang tidak menangis. Tapi tidak ingatkah kamu? Menangis bukanlah berhenti, menyerah, memutus asa, terlebih pasrah. Tapi meminta beberapa detik waktu kehidupan untuk kamu melepas setiap berat yang menempel di pikirmu, setiap lelah di lekuk tubuhmu. Dan melanjutkan perjalanan, sehabis dedetik istirahat.

Bukankah kamu punya ingin membawa tinggi namamu, mencipta lengkung indah di wajah para yang kau kasih. Bukan?

Merasa tiada lagi alasan bagimu untuk bertahan, bertemu tekanan dari orang di sisi kiri-kanan, ditinggalkan. Dan berhenti atasnya. Haruskah diperbuat seorang hebat di masa depan sepertimu?

Hei, berdirilah! Hadapi setiap halnya, dan kirimkan pinta kepada Dia.

Saturday, November 26, 2011

Sengaja saya buat sendiri. Katanya ini Aku, Chairil Anwar.

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan
merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya
terbuang
Biar peluru menembus
kulitku
Aku tetap meradang
menerjang
Luka dan bisa kubawa
berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak
perduli
Aku mau hidup seribu
tahun lagi
Maret 1943

Chairil Anwar's.

HAMPA

kepada sri
Sepi di luar. Sepi
menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak
bergerak
Sampai ke puncak. Sepi
memagut,
Tak satu kuasa melepas-
renggut
Segala menanti. Menanti.
Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi
mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai binasa segala.
Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan
bertempik
Ini sepi terus ada. Dan
menanti.


DOA

kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut
namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh
seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di
kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di
negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943


SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari
warna pelangi
Kau depanku bertudung
sutra senja
Di hitam matamu
kembang mawar dan
melati
Harum rambutmu
mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam
dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam
jiwa
Dan dalam dadaku
memerdu lagu
Menarik menari seluruh
aku
Hidup dari hidupku, pintu
terbuka
Selama matamu bagiku
menengadah
Selama kau darah
mengalir dari luka
Antara kita Mati datang
tidak membelah

Ini Penerimaan. Chairil Anwar.

Kalau kau mau kuterima
kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang
dulu lagi
Bak kembang sari sudah
terbagi
Jangan tunduk! Tentang
aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima
kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin
aku enggan berbagi.
Maret 1943

Thursday, November 24, 2011

Nothing. Seriously, it's Nothing. The Script.

Am I better off dead?
Am I better off a quitter?
They say I'm better off now
Than I ever was with her
As they take me to my local
Down the street
I'm smiling but I'm dying
Trying not to drag my feet
They say a few drinks will help me to forget
her
But after one too many I know that I'm
never
Only they can see where this is gonna end
But they all think I'm crazy but to me it's
perfect sense
And my mates are all there trying to calm me
down
'Cause I'm shouting your name all over the
town
I'm swearing if I go there now
I can change your mind, turn it all around
I now that I'm drunk but I see the worst
If she'll listen this time even though this lust
I'll dial her number and confess to her
I'm still in love but all I heard was nothing
So I stumble there, along the railings and the
fences
I know I'm with her face to face, that she'll
come to her senses
Every drunk stand by tend leads me to her
door
If she sees how much I'm hurting, she'll take
me back for sure
And my mates are all there trying to calm me
down
'Cause I'm shouting your name all over the
town
I'm swearing if I go there now
I can change your mind, turn it all around
And I now that I'm drunk but I see the
worst
If she'll listen this time even though this lust
I'll dial her number and confess to her
I'm still in love but all I heard was nothing
She said nothing
Oh, I wanted words but all I heard was
nothing
Oh, I got nothing, oh, I got nothing
Oh, I wanted words but all I heard was
nothing
Ohh, sometimes love's intoxicating
Ohh, you're coming down, your hands are
shaking
When you realize there's no one waiting
Am I better off dead?
Am I better off a quitter?
They say I'm better off now
Then I ever was with her
And my mates are all there trying to calm me
down
'Cause I'm shouting your name all over the
town
I'm swearing if I go there now
I can change your mind, turn it all around
And I now that I'm drunk but I see the
worst
If she'll listen this time even though this lust
I'll dial her number and confess to her
I'm still in love but all I heard was nothing
She said nothing
Oh, I wanted words but all I heard was
nothing
Oh, I got nothing, I got nothing
I wanted words but all I heard was nothing
Oh, I got nothing
I got nothing, I got nothing, I got nothing

Ini rahasianya. Dangkal, tetapi.

Kamu tahu?
Aku sekali-dua masih mengalihkan pandang ke arahmu. Ke asalmu. Ke halamanmu.
Kamu tahu?
Aku selalu berkata tidak untuk setiap namamu yang tersebut di tanya orang-orang. Meski banyak nama yang tertera, dalam konteks yang sama.
Kamu tahu?
Tidak lagi satu mau aku paparkan waktu ini, mungkin lain kali.

Ini cerita yang lahir, hasil kekata ibu guru yang sukar tercerna. Dengan jemari yang mulai meringis.

Kamu lihat aku? Tertekuk dengan bekas pena di jarinya. Sakit, kau tahu? Percuma? Percuma kau kata? Ya. Aku tahu ini percuma. Dengan pena, terluka. Dengan kepala, tak terkena.

Sisanya semakin memutih. Lukanya semakin perih. Kamu tahu? Atas itu semakin meruntut huruf-huruf yang tertulis bagimu.

Hei, ini ujian akhir semester!

Ini ujian akhir semester, dan ada memori di fase yang sama periode sebelumnya. Kamu tahu? Aku rindu komponen terbesar atas memori itu.

Oh, tidak bisakah kamu tetiba muncul di ujung mataku. Menangkap gelagat gemetarku. Mendapati rona merah pada aku. Melengkungkan senyum di pucuk ruang ujianku? Aku ingin lihat senyum besar hasil penjumlahan 2 lengkungan atasmu.

Kenapa? Kenapa kamu? Kamu. Kamu memori itu.

Monday, November 21, 2011

Remember when. Ketika kau dan aku jatuh cinta.

Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku meras senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katmu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.



Winna Efendi.

Friday, November 18, 2011

Untitled.

Aku tiada lagi mau mengerti segala ini. Terlalu banyak perih yang tertinggal atas gegerak pula ucapnya. Kau tahu?

Thursday, November 17, 2011

Ini, malam minggu?

Ini malam minggu, dan jarum jam masih menggandeng digit ke sembilan.
Ini malam minggu, hiruk kota masih tercium aromanya.
Ini malam minggu, ayah-ibu-kakak-adik bergandenga melewati aku.
Ini malam minggu, dan sudah lebih dari dua belas kali enam puluh menit ekor mataku tidak bertemu kekasihnya yang mendamaikan. Rumah.
Ini malam minggu, aku pula kekawanku tiada berita bahagia yang tersimpan di ransel besarnya untuk dibawa pulang.
Ini malam minggu, bahan putih elastis milik adikku masih melapis di sekitaran aku.
Ini malam minggu, dan akar-akar otakku mulai menjalar ke sana-sini.

Ini sudah terlalu lama, sampai kapan aku seperti ini?

Ini teknologi, tapi aku selalu menaruh benci pada ekornya.

Paduan hujan, koneksi internet, dan tertawaan. Waktu seperti tak berlalu, tapi nyatanya sudah terlalu jauh meninggalkanmu.

Ini antara aku dan satu. Dengan perubahan, dan sisa-sisa ingatan.

"Bagi kamu, seorang yang kuat itu seperti apa?"
"Seorang yang kuat itu, bukan orang yang tidak menangis. Kamu tahu?"
"Ya, tapi meski begitu. Seorang yang kuat harusnya tiada pernah terhenti oleh tangis."
"Tangis hanya boleh kamu jadikan label beristirahat di pucuk kepalamu. Bukan berhenti. Bukan menyerah."
"Karena segala di dunia ini tidak ada yang memiliki sedih untuk penutup. Yang ada hanya bahagia sebagai akhir. Bila kamu belum bertemu bahagia itu, berarti itu bukan akhir semuanya."
"Dan bila kamu sudah bertemu satu bahagia, temukan bahagia lain di luar sana."

Dan, hal ini terjadi lagi. Kau tahu?

Memori bagaimana kamu menghentikan kerja setiap sel tubuhku masih tercetak jelas di ujung kepalaku. Belum habis terjejak yang lain. Tapi sekarang kamu perjelas lagi. Teballah kembali ingatan itu.



Pernah merasakan hal ini?
Ketika ekor matamu menangkap satu sosok.
Yang dengan melihatnya saja bisa membuatmu tak karuan.
Jantungmu seperti berhenti berdegup.
Setiap sarafmu melemah.
Dan jarum jam berhenti berputar.
Pernahkah?



Ingatan yang ini, maksudku.

Dan, halo. Tidakkah kamu menangkap paling tidak siluet gegerakku? Tidak? Dengan semua lemah pula gemetar batang lenganku ini?

Ah. Ini sudah kamu yang lain. Pula aku yang tidak lagi serupa dengan masa lalu.

Tuesday, November 15, 2011

Remembering this words.

The only thing you have to do is face the thing. Don't step backwards. And you'll find the happiness.

Thursday, November 10, 2011

Sekarang kamu bisa lihat di sini.

Ini yang namanya patah hati?
Benar? Hati?
Dengan begini bahkan setiap sel tubuhku meringis perih.
Setiapnya menangis pedih.
Juga aku, menangis.

Ini masih pagi buta.
Tapi langit tak bangun juga.
Belum ia pasang riasan di wajahnya.
Masih garis-garis gelap yang kutemu di sana.
Tanah basah sisa tangis semalam.
Patah hati jugakahnya?